STRATEGI OVO DALAM INDUSTRI E-MONEY
DI INDONESIA
A.
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Pesatnya perkembangan teknologi dan
inforrmasi memiliki dampak perkembangan di berbagai bidang, termasuk dalam bidang sistem
pembayaran dalam transaksi jual beli yang dikenal sebagai electric money atau e-money. E-money sendiri merupakan jenis alternatif alat pembayaran
non-tunai yang sudah banyak diterapkan di sejumlah negara di dunia, termasuk
Indonesia. E-money, sebagai bentuk
perkembangan sistem pembayaran, memberikan perubahan yang signifikan yang
memberikan kemudahan, efisiensi, fleksibilitas, serta keamanan dalam setiap
transaksi elektronik yang dilakukan (Samsumar, 2016; Pranoto, 2018).
Terkait kemunculan dan masuknya e-money
di Indonesia, lembaga keuangan dituntut untuk dapat memanfaatkan teknologi
informasi dan komunikasi sesuai dengan perkembangan yang terkini. Lembaga
keuangan pun dituntut untuk dapat berinovasi dengan produknya. Dalam inovasinya pun, lembaga keuangan harus
mematahui dan berdasarkan pada peraturan atau regulasi dari Bank Indonesia dan
Otoritas Jasa Keuangan (Pranoto, 2018; Samsumar, 2016).
Pada bulan Agustus 2014, Bank Indonesia
sendiri sudan mencanangkan program Gerakan Nasional Non Tunai yang bertujuan
untuk meningkatkan penggunaan instrumen non tunai pada masyarakat atau Less Cash Society (LCS) dalam melakukan
kegiatan transaksi jual beli atau dalam kegiatan ekonomi. Maka dari itu, Bank
Indonesia sendiri mendukung masuknya jenis pembayaran e-money di Indonesia sebagai perwujudan programmnya tersebut (Widyastuti, Handayani, & Wilarso, 2017).
E-money sendiri dibuat dengan tujuan
untuk mengurangi tingkat pertumbuhan penggunaan uang tunai, dan merupakan
instrumen pembayaran yang semakin banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia.
Data statistik Bank Indonesia menunjukkan bahwa terdapat peningkatan pada
jumlah uang elektronik yang beredar di Indonesia serta jumlah transaksi
menggunakan e-money yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia (Samsumar, 2016; Widyastuti, Handayani, &
Wilarso, 2017).
Jumlah penerbit e-money di Indonesia
sendiri sudah banyak, dan terhitung hingga akhir tahun 2017, terdapat 26
operator e-money yang sudah resmi terdaftar dan memiliki lisensi dari Bank
Indonesia dan salah satunya adalah PT Visionet Internasional yang merupakan
perusahaan pemegang brand aplikasi OVO (Apinino, 2017). Jumlah ini meningkat dari tahun 2015
yang tadinya berjumlah 20 penerbit. Jumlah ini diperkirakan akan semakin
meningkat dari tahun ke tahun seiring adanya peningkatan jumlah pengguna,
jumlah transaksi serta jumlah uang elektronik yang beredar di masyarakat (Widyastuti, Handayani, & Wilarso, 2017).
2.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
pada latar belakang di atas, makalah ini akan membahas tentang dua
permasalahan, yaitu:
a. Industri
e-money di Indonesia.
b. Strategi
yang dilakukan oleh OVO dalam mensosialisasikan aplikasi OVO kepada masyarakat
di Indonesia.
B.
PEMBAHASAN
1. E-Money
Europian
Central Bank mengartikan e-money
sebagai nilai uang yang disimpan secara elektronik dalam sebuah alat yang
digunakan dalam proses pembayaran pada pihak lain selain penerbit uang tanpa
membuat akun bank dalam transaksi, dan sistem yang digunakan adalah prabayar (Widyastuti, Handayani, & Wilarso, 2017).
Berdasarkan
Peraturan BI Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik, e-money merupakan
alat pembayaran yang memenuhi karakteristik sebagai berikut (Widyastuti, Handayani, & Wilarso, 2017):
a. Diterbitkan berdasarkan nilai uang
yang disetor lebih dulu oleh pemegang kepada penerbit.
b. Nilai uang disimpan secara elektronik
dalam media server atau chip.
c. Dipakai sebagai alat pembayaran pada pedagang
yang bukan penerbit e-money tersebut.
d. Nilai e-money yang disetor oleh
pemegang dan dikelola oleh penerbit tidak tergolong uang simpanan seperti yang
diatur dalam regulasi perbankan.
Seperti
yang telah disebutkan dalam poin kedua, terdapat dua jenis penyimpanan uang
dalam e-money yaitu berdasarkan media server
dan chip. E-money berbasis server
merupakan e-money online, sedangkan
yang berbasis chip merupakan e-money
offline. E-money berbasis server umunya digunakan untuk transaksi pembayaran
secara online menggunakan koneksi
internet melalui web browser atau aplikasi dalam smartphone. Sedangkan e-money berbasis chip (offline) diguankan untuk transaksi dalam
waktu singkat dan frekuensi yang besar, contohnya kartu yang digunakan untuk
menggunakan transportasi umum seperti busway
atau KRL (Widyastuti, Handayani, & Wilarso, 2017).
E-money
berbeda dengan single-purposed-card,
karena e-money merupakan jenis multi-purposed-card yang dapat digunakan
untuk berbagai masam jenis pembayaran. E-money
juga berbeda dengan alat pembayaran elektronik kartu debit dan kartu kredit,
karena kartu debit dan kartu kredit merupakan access products bukan prepaid product seperti e-money. Dalam
prepaid product, dana atau uang dalam
e-money sepenuhnya dalam kuasa konsumen, sedangkan dalam access products uang
sepenuhnya dikelola oleh lembaga keuangan atau bank selama belum ada otoritas
dari nasabah untuk melakukan pembayaran (Samsumar, 2016).
Keunggulan
e-money dibandingkan dengan uang
tunai adalah kecepatan dan kenyamanan dalam proses transaksi, terutama untuk
transaksi pembayaran mikro, karena nasabah tidak perlu menyediakan jumlah uang
pas atau menyimpan kembalian, serta tidak akan ada kekeliruan dalam
penghitungan uang kembalian yang berpotensi terjadi pada pembayaran secara
tunai (Samsumar, 2016).
2.
Industri
E-Money di Indonesia
Terhitung
hingga akhir tahun 2017, terdapat 26 operator e-money yang sudah resmi terdaftar dan memiliki lisensi dari Bank
Indonesia, jumlah ini meningkat dari tahun 2015 yang tadinya berjumlah 20
penerbit. Diperkirakan akan semakin meningkat dari tahun ke tahun seiring
adanya peningkatan jumlah pengguna, jumlah transaksi serta jumlah uang
elektronik yang beredar di masyarakat (Apinino, 2017; Widyastuti, Handayani, & Wilarso,
2017).
Masuknya
e-money di Indonesia telah
diantisipasi oleh Bank Indonesia yang menerbitkan Peraturan Bank Indonesia pada
tahun 2005 yang isinya mengatur tentang penyelenggaraaan kegiatan alat
pembayaran dengan menggunakan kartu (APMK) yang mencakup regulasi tentang kartu
pra-bayar yang merupakan kategori dari e-money.
Berdasarkan dari pengamatan para pakar, serta dari data yang mendukung, menunjukkan bahwa adanya potensi minat yang
besar untuk mengembangkan instrumen pembayaran stored value atau pra-bayar dari para pelaku pasar di Indonesia.
Hal ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan bisnis, terutama
dalam bidang penyelenggara tol, parkir, transportasi, serta telekomunikasi (Samsumar, 2016).
Data
statistik sistem pembayaran jumlah transaksi uang elektronik Bank Indonesia
menunjukkan peningkatan e-money dari
tahun ke tahun yang dapat dilihat dari jumlah pengguna, jumlah transaksi dan
volume uang yang beredar. Angka pertumbuhan e-money
bahkan dinilai melebihi pertumbuhan kartu kredit dan ATM. Data dari Bank
Indonesia juga menunjukkan bahwa e-money
menjadi salah satu alat pembayaran non-tunai yang memiliki potensi yang besar
untuk meningkatkan perekonomian Indonesia (Pranoto, 2018).
Pada
tahun 2016, perkembangan e-money di
Indonesia belum sebesar perkembangan e-money
negara lain. Menurut Bank Indonesia, perkembangan e-money
di Indonesia yang belum maksimal ini dikarenakan belum tersedianya model bisnis
yang menyatukan perusahaan operator dengan para pelaku usaha dalam proses
mengintegrasikan sistem pembayaran yang membuat pengoperasian e-money sendiri belum maksimal. E-money di Indonesia masih belum
terintegrasi, hal inilah yang mengakibatkan masih kecilnya jumlah transaksi
dengan menggunakan e-money. Belum
berkembangnya e-money di Indonesia
tersebut dikarenakan masyarakat masih melihat sistem pembayaran dengan e-money dinilai cukup rumit dan tidak
menjangkau semua lapisan. Jumlah merchant yang tersedia untuk dapat melakukan
transaksi dengan e-money pun tidak
banyak, hal inilah yang dinilai masyarakat bahwa e-money masih belum fleksibel. Kebijakan pemerintah sendiri juga
mempengaruhi perkembangan e-money di
Indonesia (Samsumar, 2016).
Untuk
mendukung perkembangan e-money di
Indonesia, Bank Indonesia mencanangkan program Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) pada tahun 2014. Ini
merupakan upaya untuk mengakselerasi penggunaan pembayaran non tunai dengan
kebijakan penggunaan uang elektronik di sektor transportasi publik. Strategi
GNNT juga mencakup pembentukan kawasan non tunai di lingkungan kampus,
instrumen pembayaran non tunai untuk layanan keuangan pemerintah, serta penyaluran
bantuan sosial pemerintah (Sutarmin & Susanto, 2017).
Pada
akhir tahun 2017, Bank Indonesia menghentikan layanan isi ulang e-money sejumlah perusahaan ternama. Hal
ini dikarenakan perusahaan operator e-money
tersebut belum resmi terdaftar dan memiliki lisensi dari Bank Indonesia.
Diketahui bahwa Bank Indonesia telah menerbitkan kewajiban izin untuk penerbit e-money yang bukan bank yang diterbitkan
pada bulan Juli 2014 melalui Surat Edaran BI Nomor 16/11/DKSP yang merupakan
aturan teknis dari Peraturan Bank Indonesia (PBI) No 16/8/PBI/2014 (Apinino, 2017).
3.
Strategi
OVO dalam Industri E-Money di Indonesia
E.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Aldin, I. U. (2018). Bank Mandiri Berbagi
Jaringan Merchant dengan OVO. Retrieved Agustus 16, 2018, from
katadata.co.id:
https://katadata.co.id/berita/2018/03/29/bank-mandiri-berbagi-jaringan-merchant-dengan-ovo
Apinino,
R. (2017). Daftar 26 Operator E-Money yang Kantongi Lisensi BI.
Retrieved Agustus 16, 2018, from Tirto.id:
https://tirto.id/daftar-26-operator-e-money-yang-kantongi-lisensi-bi-cxGA
DailySocial.id.
(n.d.). OVO Tegaskan Kemitraan dengan Bank Mandiri, Grab, Alfamart, dan
MOKA. Retrieved Agustus 16, 2018, from DailySocial.id:
https://dailysocial.id/post/ovo-tegaskan-kemitraan-dengan-bank-mandiri-grab-alfamart-dan-moka/
Herman.
(2017). Pengguna Aplikasi OVO Bisa Belanja Sambil Kumpulkan Poin.
Retrieved Agustus 16, 2018, from Berita Satu:
http://www.beritasatu.com/iptek/422554-pengguna-aplikasi-ovo-bisa-belanja-sambil-kumpulkan-poin.html
Muslim,
A. (2017). Rekanan OVO Capai 800 Merchant. Retrieved Agustus 16, 2018,
from Berita Satu: http://id.beritasatu.com/home/rekanan-ovo-capai-800-merchant/159680
ovo.id.
(n.d.). OVO Deals. Retrieved Agustus 16, 2018, from OVO:
https://www.ovo.id/deals
Pranoto.
(2018). Eksistensi Kartu Kredit dengan Adanya Electronic Money (E-Money)
sebagai Alat Pembayaran yang Sah. PRIVAT LAW VOL: 6 NO: 1 2018, 24-33.
Samsumar,
L. D. (2016). Konsep dan Tantangan Penggunaan Teknologi E-Money sebagai Alat
Pembayaran Alternatif di Indonesia. Jurnal METHODIKA, Vol. 2 No. 1 Maret
2016, 102-107.
Sutarmin,
& Susanto, A. (2017). Potensi Pengembangan Transaksi Non Tunai di
Indonesia. Sustainable Competitive Advatage-7 (SCA-7), 292-302.
Widyastuti,
K., Handayani, P. W., & Wilarso, I. (2017). Tantangan dan Hambatan
Implementasi Produk Uang Elektronik di Indonesia: Studi Kasus PT XYZ. Jurnal
Sistem Informasi (Journal of Information Systems). 1/13 (2017), 38-48.
Mau
dibuatkan paper HI seperti ini?
Atau
tugas-tugas custom lainnya?
Silahkan
contact ke WA 085868039009 (Diana)
Happy
Order :)