Aspek Hukum dari Penataan ruang berdasarkan UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang Sebagai Aspek Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Secara
umum, instrumen hukum diartikan sebagai alat/dokumen
yang dipergunakan sebagai dasar dalam melaksanakan suatu kegiatan.[1]
Berkaitan dnegan ini, dalam pasal 35 Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. Dinyatakan
bahwa: “Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan peraturan
zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi”, maka dari itu secara jelas bahwa peraturan
zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi
merupakan bagian darinstrumen hokum yang dapat digunakan dalam oemanfaatan
pengendalian ruang. Berikut ini merupakan penjelsan dari masing-masing
instrument tersebut, yaitu:
·
Peraturan
Zonasi
Peraturan zonasi
disusun berdasarkan rencana rinci tata ruang untuk setiap zona pemanfaatan
ruang. Dalam hal ini peraturan zonasi ditetapkan dengan:
-
peraturan
pemerintah untuk arahan peraturan zonasi sistem nasional;
-
peraturan daerah
provinsi untuk arahan peraturan zonasi sistem provinsi
-
peraturan daerah
kabupaten/kota untuk peraturan zonasi
·
Perizinan
Dalam hal ini, ketentuan perizinan diatur oleh Pemerintah dan pemerintah daerah
menurut kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan, dan bersamaan dengan itu jika pemanfaatan ruang tidak
sesuai dengan rencana tata ruang wilayah terkait dapat di bbatalkan oleh
pemegang kewenagan setempat sesuai kewenangannya. Izin pemanfaatan ruang juga
dapat di batalkan jika ketika memperoleh izin tidak sesuai dengan prosedur yang
telah ada.
·
Pemberian
insentif dan disinsentif
Pelaksanaan pemanfaatan
ruang diharapkan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dapat diberikan
insentif dan/atau disinsentif oleh Pemerintah dan pemerintah daerah. Insentif
makusdnya adalah perangkat atau upaya untukmemberikan imbalan terhadap
pelaksanaankegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang, berupa: 1)
keringanan pajak, pemberian kompensasi, subsidi silang, imbalan, sewa ruang,
dan urun saham; 2) pembangunan serta pengadaan infrastruktur; 3) kemudahan
prosedur perizinan; 4) pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta dan/atau
pemerintah daerah.
Sementara itu
disinsentif, makdunya adalah merupakan perangkat untuk mencegah, membatasi
pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata
ruang, yang dapat berupa pengenaan pajak yang tinggi, maupun pembatasan
penyediaan infrastruktur, pengenaan kompensasi, dan penalti.
·
Pengenaan
sanksi
Pengenaan sanksi
merupakan tindakan penertiban yang dilakukan terhadap pemanfaatan ruang yang
tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi.
Pembuktian unsur-unsur pidana dalam
hal terjadinya pelanggaran terhadap rencana tata ruang wilayah (RTRW) terkait
dengan perizinan pemannfaatan ruang
Dalam hal ini pembuktian unsur-unsur pidana dalam
hal terjadinya pelanggaran terhadap rencana tata ruang (RTRW) dapat dilakukan
dnegan cara penyidikan sesuai dengan apa yang tercantum dalam BAB X tetang PENYIDIKAN, yang dijelaskan dalam Pasal
68 UU RI Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. Dimana pembuktian unsur pidana selain dapat dilakukan
oleh pejabat penyidik kepolisian negara Republik Indonesia, pegawai negeri
sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan
tanggung jawabnya di bidang penataan ruang diberi wewenang khusus sebagai
penyidik untuk membantu pejabat penyidik kepolisian Negara Republik Indonesia.
Dimana ini dilakukan dengan:
·
melakukan
pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan terkait tindak pidana
·
melakukan
pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana
·
meminta keterangan
dan bahan bukti dari orang sehubungan dengan peristiwa tindak pidana
·
melakukan
pemeriksaan atas dokumen-dokumen terkait tindak pidana
·
melakukan
pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti dan dokumen
lain serta melakukan penyitaan dan penyegelan terhadap bahan dan barang hasil
pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana
·
meminta bantuan
tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana
Contoh kasus yang
pernah terjadi adalah pada tahun 2015 lalu dilaporkan oleh Dinas Pekerjaan Umum Nusa Tenggara Barat yang mengindikasikan
sebanyak 96 bangunan di provinsi tersebut melanggar tata ruang wilayah, dan
bangunan yang melangar itu tersebar di 10 kabupaten/kota di NTB. Bentuk
pelanggaran tersebut diantaranya yaiatu mendirikan bangunan di sepadan pantai
dan lahan pertanian produktif, dan di sepanjang aliran sungai. Pelanggran ini
banyak terjadi di kawasan wisata, seperti di wilayah Kabupaten Lombok Barat,
Lombok Utara, dan kota Mataram. Padalah berdasarkan Perda RTRW Provinsi NTB
Nomor 3 tahun 2010, seharusnya batas bangunan untuk di pantai harus 100 meter
dari bibir pantai. Namun, kenyataannya banyak di antara bangunan, seperti hotel
yang sudah maupun sedang dibangun tanpa mengikuti petunjuk sesuai aturan yang
ada. (Rusyanto, 2015).
Ini
hanya versi sampel saja yaa..
Untuk
versi komplit atau dibuatkan analisis kasusnya,
silahkan
contact 085868o39oo9 (Diana)
Ditunggu
ordernyaa..
[1] Keputusan Menteri
Agama Republik Indonesia Nomor 777
Tahun 2016 Tentang Pedoman Penyusunan
Keputusan Dan Instrumen
Hukum Lainnya Pada Kementerian Agama