KEPENTINGAN
POLITIK LUAR NEGERI JEPANG TERHADAP INDONESIA DALAM HAL PEMBERIAN BANTUAN
FINANSIAL: STUDI KASUS ASIAN MONETARY FUND (AMF)
PENDAHULUAN
Semenjak
Jepang melepaskan diri dari isolasi yang didominasi oleh Amerika dalam dekade
pertama setelah tahun 1945, hubungan ekonomi Jepang dengan negara-negara Asia
Tenggara berkembang pesat atas dasar program reparasi ekonomi. Dari berbagai
negara tersebut Indonesia dapat dibilang merupakan partner yang paling penting
bagi Jepang di wilayah tersebut karena cadangan minyak dan sumber daya alam
lainnya yang dimiliki Indonesia. Kemudian sekitar tahun 1997 terjadi krisis
Asia yang menyebar dengan cepat yang memunculkan kekhawatiran di kalangan
pemimpin-pemimpin di Asia, termasuk Jepang. Jepang kemudian mencetuskan ide
untuk mendirikan Asian Monetary Fund (AMF) yang disebut-sebut sebagai versi
Asia dari IMF. Akan tetapi karena penolakan dari berbagai pihak seperti Amerika
Serikat, IMF, banyak pemerintah Eropa, dan China, hal tersebut membuat Jepang
kemudian menggugurkan rencana tersebut. Di tahun berikutnya Jepang kembali bergerak
dengan meluncurkan Miyazawa Initiative dengan menggelontorkan dana milyaran
dolar Amerika ke negara-negara Asia yang mengalami krisis, termasuk Indonesia
(Katada, 2002).
Dari
penjelasan tersebut dapat dilihat bahwa Jepang melakukan berbagai hal untuk
dapat memberikan berbagai bantuan finansial kepada negara-negara di Asia, salah
satunya kepada Indonesia. Dalam tulisan ini akan dikaji kepentingan politik
luar negeri Jepang berkaitan dengan bantuan-bantuan finansial yang diberikan
oleh Jepang kepada Indonesia tersebut. Secara lebih khusus, tulisan ini akan
membahas berbagai insiden yang terjadi sekitar pengajuan proposal AMF.
PEMBAHASAN
Kepentingan Jepang Terhadap Indonesia
Jepang
melihat Asia sebagai suatu pasar yang signifikan dan terus berkembang dengan
prospek pertumbuhan yang cerah. Banyak negara di wilayah tersebut berhasil
melakukan transisi dari ekonomi substitusi-impor menjadi ekonomi berorientasi
ekspor, termasuk Indonesia meski sempat mengalami kemunduran karena krisis
moneter 1997-98. Indonesia juga merupakan negara kepulauan dengan jumlah
penduduk terbanyak keempat di dunia setelah China, India, dan Amerika Serikat.
Populasi tersebut menunjukkan pasar asing yang lukratif jika pertumbuhan
ekonomi berkelanjutan dapat terwujud dengan baik. Sehingga, merupakan
kepentingan Jepang untuk membimbing Indonesia menelusuri jalur menuju
kesejahteraan tersebut sambil sekaligus memanfaatkan tingkat upah tenaga kerja
yang rendah dan sumber daya alamnya yang melimpah (Stott, 2008).
Pemberian Bantuan Finansial Terhadap Indonesia
Indonesia
merupakan penerima Bantuan Pembangunan Pemerintah (Official Development
Assistance/ODA) Jepang yang terbesar, mencerminkan ikatan diplomatik dan
ekonomi yang kuat antara Jepang dan Indonesia. Pemerintah Jepang memulai program
bantuan luar negeri setelah Perang Dunia II berakhir dalam bentuk pembayaran
reparasi ke negara-negara yang menderita karena pendudukan militer Jepang
selama masa perang. Dalam masa ini Jepang menginisiasi didirikannya
Inter-Governmental Group on Indonesia (IGGI) pada tahun 1966, serta mensponsori
Southeast Asian Ministerial Conference on Economic Development (Bahri, 2010).
Pengajuan Proposal AMF oleh Jepang
Pada
musim panas tahun 1997, sebagian besar Asia Timur dikejutkan oleh krisis mata
uang dan keuangan yang tidak terduga dengan cakupan dan kedalaman yang lebih
besar daripada krisis-krisis yang terjadi dari tahun 1930-an. Krisis ini
pertama kali bermanifestasi sebagai krisis mata uang di mana baht Thailand
dikepung oleh serangan spekulatif berdasarkan ekspektasi bahwa baht, yang
dipatok dengan dolar AS, tidak akan mampu mempertahankan nilainya (Rapkin,
2001). Selain krisis yang melatar belakangi tersebut, memasuki abad ke-21 China
dan Jepang semakin gencar memperebutkan pengaruh di wilayah ASEAN. Pada tahun
2000, China kemudian mencetuskan pembentukan ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA).
Disepakatinya ACFTA itu membuat Jepang berang. Dan dalam rangka menjaga
stabilitas moneter di kawasan pasca-krisis keuangan Asia 1997, Jepang kemudian
menggagas suatu dana moneter regional yang disebut Asian Monetary Fund (AMF)
dan mengajukan diri sebagai donatur utamanya (Saputro, 2015). Kepentingan
Jepang mendirikan AMF terletak pada keinginan untuk mempertahankan perkembangan
ekonomi model ASIA melawan operasi bailout IMF di Thailand yang dipimpin oleh
Amerika Serikat. Karena itulah Jepang tidak memasukkan Amerika Serikat dalam
rancangan AMF (Lee, 2006).
Tindak Lanjut yang Diimplementasikan Jepang
Meskipun
AMF gagal dilaksanakan, di tahun berikutnya Jepang kembali bergerak dengan
meluncurkan Miyazawa Initiative dengan menggelontorkan dana milyaran dolar
Amerika ke negara-negara Asia yang mengalami krisis, termasuk Indonesia
(Katada, 2002). Dana yang digelontorkan Miyazawa Plan sekitar USD30 Milyar.
Indonesia mendapat sekitar USD2,4 Milyar yang digunakan dalam pendanaan dua
program yaitu Health and Nutrition Sector Development Program dan Sector
Program Loaan. Dalam
beberapa tahun terakhir juga muncul gagasan apakah Chiang Mai initiative merupakan
kelanjutan atau versi lain dari AMF. Gagasan AMF dihidupkan kembali ketika para menteri
keuangan Cina, Jepang dan Korea Selatan, bersama dengan sepuluh anggota ASEAN
sepakat pada 6 Mei 2000 di Chiang Mai, Thailand, untuk mendirikan sebuah sistem
pengaturan pertukaran dalam kelompok negara tersebut (Park & Wang, 2005). CMI
tidak memerlukan lembaga baru seperti AMF yang dulu diusulkan, dan CMI juga masih
terkait erat dengan persyaratan IMF.
KESIMPULAN
Jepang
melakukan berbagai hal untuk dapat memberikan berbagai bantuan finansial kepada
negara-negara di Asia, salah satunya kepada Indonesia. Bantuan-bantuan tersebut
berbentuk ODA maupun pengajuan proposal seperti proposal AMF. Tulisan ini
mengkaji kepentingan politik luar negeri Jepang berkaitan dengan
bantuan-bantuan finansial yang diberikan oleh Jepang kepada Indonesia tersebut.
Secara lebih khusus, tulisan ini membahas berbagai insiden yang terjadi sekitar
pengajuan proposal AMF. Meskipun AMF gagal dilaksanakan, di tahun berikutnya
Jepang kembali bergerak dengan meluncurkan Miyazawa Initiative ke negara-negara
Asia yang mengalami krisis, termasuk Indonesia.Akan tetapi seiring berjalannya
waktu, mulai tahun 2002 Jepang melakukan reformasi kebijakan ODA yang
mengakhiridominasi Jepang sebagai negara donor terbesar.
Ini hanya versi sampelnya saja ya...
Untuk file lengkap atau mau dibuatkan custom, silahkan PM kami ke
WA 085868039009
(Diana)
Happy order kakak ^^