KASUS KEJAHATAN KORPORASI PADA
PT
DUTA GRAHA INDAH (DGI)
A.
PENDAHULUAN
Korporasi
memiliki peran yang sangat penting dalam bidang perekonomian di Indonesia.
Sebagai salah satu penggerak perkembangan perekonomian di Indonesia, korporasi
tidak lepas dari kemungkinan pelanggaran regulasi atau peraturan
perundang-undangan atau yang biasa disebut sebagai kejahatan korporasi. Kejahatan
korporasi sendiri merupakan suatu pelanggaran yang dilakukan oleh sebuah
korporasi yang disebabkan oleh kegiatan pegawainya yang nantinya dibebankan
pada pegawai terkait dan korporasi itu sendiri. Tindak pidana dalam kejahatan
korporasi tersebut dinilai dari kerugian yang ditimbulkan, yang nantinya
memunculkan pertanggungjawaban pidana (Nasution, 2006).
Simpson (dalam Nasution, 2006) menjelaskan
tiga gagasan terkait kejahatan korporasi, yang pertama tindakan pelanggaran
korporasi berbeda dengan perilaku kriminal yang dilakukan oleh pelaku kelas
sosial ekonomi yang menengah ke bawah, maka dari itu kejahatan korporasi juga
tergolong pelanggaran atas hukum perdata dan administrasi selain kejahatan atas
hukum pidana. Yang kedua, baik individu yang melakukan pelanggaran dan
korporasinya bergantung pada tingkat pembuktian dan penuntutan. Dan yang
ketiga, motivasi pelanggaran bukan untuk keuntungan pribadi si pelanggar, tapi
untuk memenuhi kebutuhan atau demi keuntungan organisasi korporasi (Nasution, 2006).
Kasus
kejahatan korporasi sendiri tidak sering diberitakan di media, selain itu pihak
kepolisian lebih banyak menindak aksi kejahatan secara faktual dalam aktivitas
masyarakat sehari-hari. Hal ini dikarenakan kejahatan yang dilaporkan oleh
masyarakat hanya kejahatan konvensional, dan sebagian besar aktivitas
kepolisian berdasarkan pada laporan masyarakat. Selain itu masyarakat masih
melihat bahwa dampat kejahatan korporasi ini tidaklah berbahaya atau membawa
dampak yang besar. Tujuan dari pemidanaan kasus kejahatan ini lebih kepada
tuntutan ganti rugi bukan menangkap dan menghukum. Kurang maksimalnya penegakan
hukum sendiri dikarenakan pengetahuan penegak hukum terkait kejahatan korporasi
sendiri masih kurang sehingga proses tindaklanjut kasus pun tidak maksimal.
Selain itu, kejahatan korporasi biasanya melibatkan tokoh masyarakat yang
memiliki status sosial yang tinggi (Nasution, 2006).
Kajahatan-kejahatan
korporasi mencakup tindak pidana pelanggaran UU anti monopoli, penipuan
berbasis komputer, pelanggaran pembayaran bajak dan cukai, pelanggaran
ketentuan harga, pencemaran lingkungan hidup, produk yang membahayakan
kesehatan, korupsi, suap, serta perburuhan (Nasution, 2006).
Kasus
korporasi sendiri juga melibatkan beberapa perusahaan di berbagai bidang di
Indonesia, salah satunya adala perusahaan di bidang konstruksi yang biasanya
digandeng oleh pemerintah untuk mengerjakan proyek insfrastruktur di Indonesia.
Belum lama ini, telah terjadi kasus kejahatan korporasi yang melibatkan sejumlah
petinggi pemerintahan. Pelanggaran ini merupakan bentuk kejahatan KKN yang
melibatkan PT Duta Graha Indah (DGI) dan pemimpinnnya.
Kasus
ini ditangani oleh pihak yang berwenang pada pertengahan tahun 2017 dan kasus
dan perkembangannya pun diberitakan di berbagai media. Penanganan kasus
korporasi ini melibatkan KPK dan merupakan korporasi pertama yang diadili
dengan menggunakan Peraturan MA (Perma) tentang Pidana Korporasi (Gabrillin, 2017).
B.
PEMBAHASAN
Dalam
usahanya untuk mendorong pembangunan perekonomian di Indonesia, pemerintah melakukan
upaya berupa pembangunan infrastruktur. Pembangunan infrastruktur ini tentunya
juga tidak lepas dari bantuan perusahaan konstruksi. Dalam praktiknya, terdapat
sejumlah kasus pelanggaran dalam kerjasama antara pemerintah dengan perusahaan
konstruksi ini salah satunya adalah kasus kejahatan korporasi yang melibatkan
PT Duta Graha Indah (DGI) dan pemimpinnnya.
PT
Duta Graha Indah (DGI) yang akhirnya berganti nama menjadi PT Nusa Konstruksi
Engineering ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada bulan Juli 2017. PT DGI
atau PT Nusa Konstruksi Engineering ini menjadi tersangka dalam kasus korupsi
pada proyek pembangunan Rumah Sakit Pendidikan Khusus Penyakit Infeksi dan
Pariwisata Universitas Udayana Tahun Anggaran 2009-2010 (Gabrillin, 2017).
Sebelumnya,
nama PT DGI sendiri pernah muncul dalam kasus korupsi proyek pembangunan Wisma
Atlet di Jakabaring, Palembang. Dalam kasus sebelumnya tersebut, PT DGI
diketahui memenangkan lelang dan menerima uang yang tidak lepas dari campur
tangan dari mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Pemprov Sumatera
Selatan yang mempengaruhi panitia pengadaan barang dan jasa untuk mengusulkan
PT DGI sebagai pemenang lelang dan menetapkannya. Mantan Kepala Dinas Pekerjaan
Umum Bina Marga Pemprov Sumatera Selatan tersebut menerima uang tunai sejumlah
RP 350 juta dan masih banyak fasilitas yang diberikan dari PT DGI (Irawan, 2017).
Kemenangan
PT DGI untuk mendapatkan proyek pembangunan Rumah Sakit Pendidikan Khusus
Penyakit Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana Tahun Anggaran 2009-2010
ini pun juga tidak lepas dari campur tangan pihak-pihak yang melakukan praktik
tindakan kecurangan. Kasus ini membawa nama Direktur Marketing Permai Group
Mindo Rosalina Manulang dan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad
Nazaruddin yang terkenal sebagai pihak yang membantu perusahaan-perusahaan
konstruksi untuk memenangkan tender (Manggala, 2017).
Ini
merupakan kasus pertama dimana KPK menetapkan sebuah perusahaan atau korporasi
sebagai tersangka dalam kasus KKN sepanjang sejarah dalam tindak pidana korupsi
(Irawan, 2017).
Kasus ini pun tidak lepas dari peran Direktur Utama PT DGI yang akhirnya
divonis empat tahun delapan bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak
Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta serta kewajiban membayar denda sebanyak Rp 250
juta yang apabila tidak di bayar akan diganti hukuman tiga bulan kurungan (Satrio, 2017).
Vonis tersebut diberikan karena Direktur Umum
PT DGI terbukti melakukan korupsi yang merugikan keuangan negara. Disebutkan
bahwa dalam proyek tersebut PT DGI mendapatkan keuntungan Rp 6,78M pada 2009
dan Rp 17,998 pada 2010 dalam proyek pembangunan Rumah Sakit Pendidikan Khusus
Penyakit Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana. Sedangkan dalam proyek
pembangunan wiswa atlet tahun 2010-2011 PT DGI mendapatkan Rp 42,717M, serta
total lebih dari Rp 5M untuk Nazaruddin dan Ketua Komite Pembangunan Wisma
Atlet Palembang (Satrio, 2017).
Kasus
ini tentu saja menurunkan reputasi perusahaan sebagai salah satu perusahaan
konstruksi besar di Indonesia. Seperti yang kita ketahui, reputasi perusahaan
atau corporate reputation merupakan
hal yang sangat penting terkait penilaian masyarakat terhadap perusahaan
tersebut. Reputasi perusahaan yang baik dapat menarik calon karyawan yang
berkualitas dan kompeten, dan pemberitaan yang positif dari media pun merupakan
salah satu keuntungan yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan untuk mengenalkan
perusahaan dan produk atau jasanya kepada masyarakat karena masyarakat
cenderung memilih perusahaan dengan reputasi yang baik (Puspito, 2018).
Penerapan
tatakelola perusahaan yang baik atau good
corporate governance (GCG) merupakan salah satu bentuk untuk menciptakan
iklim usaha yang sehat. Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) menyebutkan
lima asas dalam GCG yang terdiri dari transparansi, akuntabilitas,
responsibilitas, independensi, serta kewajaran dan kesetaraan (Wahyudi, 2014).
Dalam
hal transparansi dan akuntabilitas, perusahaan terbukti telah merekayasa isi
dari penyusunan harga perkiraan sendiri (HPS) dan menaikkan harga di atas harga
normal atau harga wajar yang mengakibatkan kerugian negara karena pemerintah
harus membayar lebih besar dalam proyek ini (Fatmawati, 2017).
Dalam
asas independensi, yang mengharuskan perusahaan untuk tidak mendominasi dan
tidak terintervensi oleh pihak lain, PT DGI terbukti merekayasa lelang dimana
dalam lelang tersebut PT DGI menjadi pemenang yang mendapatkan tender atau proyek
dengan cara nepotisme dan suap dari perusahaan-perusahaan yang dikelola oleh
Nazaruddin ke Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan panitia lelang. Bantuan dari
Nazaruddin serta adanya uang suap menghilangkan nilai objektifitas dalam asas
independensi (Fatmawati, 2017).
Dari
fakta-fakta yang disebutkan di atas, terbukti perusahaan melanggar asas
responsibilitas serta asas kewajaran dan kesetaraan karena perusahaan melanggar
regulasi atau peraturan perundang-undangan yang berlaku. Asas-asas dalam GCG
ini bisa diterapkan kembali dalam perusahaan untuk membangun kembali reputasi
perusahaan agar perusahaan dapat mencapai kesinambungan dalam usaha.
C.
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Berdasarkan
kasus di atas, dapat disimpulkan bahwa PT Duta Graha Indah (DGI), perusahaan
yang bergerak di bidang konstruksi, tersbukti melakukan kejahatan korporasi
karena merugikan banyak pihak termasuk negara. Perusahaan terbukti melakukan
praktik suap dan korupsi dalam dua proyek yaitu proyek pembangunan Wisma Atlet
di Jakabaring, Palembang serta proyek pembangunan Rumah Sakit Pendidikan Khusus
Penyakit Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana Tahun Anggaran 2009-2010.
Perusahaan
merekayasa penyusunan harga perkiraan sendiri (HPS) dan menaikkan harga di atas
harga normal yang mengakibatkan kerugian negara. Selain itu, PT DGI terbukti
merekayasa lelang dimana dalam lelang tersebut PT DGI menjadi pemenang yang
mendapatkan tender. Dampak dari tindakan kejahatan ini adalah kerugian negara
yang mencapai Rp 54,7M.
2.
Saran
Perusahaan
seharusnya tidak melakukan kejahatan korporasi yang dapat merugikan banyak
pihak. Seharusnya perusahaan mengikuti prosedur pelelangan proyek yang sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Pelanggaran ini juga merugikan perusahaan,
karena menurunkan reputasi perusahaan yang berakibat pada keberlanjutan
perusahaan.
Daftar Pustaka
Fatmawati, N. I. (2017). KPK Ungkap Daftar
Pelanggaran PT DGI. Retrieved Agustus 27, 2018, from DetikNews: https://news.detik.com/berita/d-3571865/kpk-ungkap-daftar-pelanggaran-pt-dgi
Gabrillin,
A. (2017). PT Duta Graha Indah, Korporasi Pertama yang Dijadikan Tersangka
KPK. Retrieved Agustus 27, 2018, from Kompas:
https://nasional.kompas.com/read/2017/07/14/18374751/pt-duta-graha-indah-korporasi-pertama-yang-dijadikan-tersangka-kpk
Irawan,
D. (2017). Sepak Terjang PT DGI yang Ditetapkan KPK Jadi Tersangka
Korporasi. Retrieved Agustus 27, 2018, from DetikNews:
https://news.detik.com/berita/d-3560798/sepak-terjang-pt-dgi-yang-ditetapkan-kpk-jadi-tersangka-korporasi
Manggala,
A. (2017). 3 BUMN Tunduk kepada PT Duta Graha Indah. Retrieved Agustus
27, 2018, from Media Indonesia:
http://mediaindonesia.com/read/detail/119138-3-bumn-tunduk-kepada-pt-duta-graha-indah
Nasution,
B. (2006). Kejahatan Korporasi dan Pertanggungjawabannya. Retrieved
Agustus 27, 2018, from BismarNasution.com:
https://bismarnasution.com/kejahatan-korporasi-dan-pertanggungjawabannya/
Puspito,
H. (2018). Corporate Reputation, Seberapa Pentingkah? Retrieved
Agustus 27, 2018, from Warta Ekonomi:
https://www.wartaekonomi.co.id/read170815/corporate-reputation-seberapa-pentingkah.html
Satrio,
A. D. (2017). Tok! Mantan Dirut PT Duta Graha Indonesia Divonis 4 Tahun 8
Bulan Penjara. Retrieved Agustus 27, 2018, from OkezoneNews:
https://news.okezone.com/read/2017/11/27/337/1821587/tok-mantan-dirut-pt-duta-graha-indonesia-divonis-4-tahun-8-bulan-penjara
Wahyudi,
D. (2014). Dampak Penerapan Good Corporate Governance terhadap Kepatuhan
Pajak Perusahaan. Retrieved Agustus 27, 2018, from Badan Pendidikan dan
Pelatihan Keuangan Kementrian Keuangan:
http://www.bppk.kemenkeu.go.id/id/publikasi/artikel/167-artikel-pajak/19453-dampak-penerapan-good-corporate-governance-terhadap-kepatuhan-pajak-perusahaan
Ini hanya versi sampelnya saja yaa...
mau tau kelanjutannya?
TRUSTED !! Perlu dibantu tugas
kuliahnya? Cari jastug?
- Sebutin order detailnya
- Estimasi (biaya & waktu)
- Transfer DP 50%
- Progress pengerjaan
- Due Date hasilnya dikirim
- Pelunasan 50%
Segera contact Paper Underground
saja!
WA: 085 868O 39OO9 (langsung ke
Owner)
Email: paper_underground@yahoo.com
Have great day, dear!
Thank you…