GREEN
ECONOMY
Green economy berasal dari dua
buah kata yaitu green dan
economy, yang secara
harafiah dapat diartikan ekonomi hijau. Akan tetapi, green economy memiliki pengertian dan konsep yang lebih terarah,
yaitu segala kebijakan di bidang ekonomi, baik aktivitas industri maupun
konsumsi yang lebih ramah terhadap
lingkungan. Green economy merupakan
model pendekatan pengelolaan aktivitas ekonomi yang tidak lagi semata-mata berkiblat
pada kepentingan pasar, eksploitasi kapitalis, mode industri, dan eksploitasi
sumber daya alam dan lingkungan yang berlebihan. Justru sebaliknya, green economy muncul sebagai terobosan
baru dalam manajemen ekonomi, dimana green
economy mengedepankan sustainable
environment atau lingkungan yang berkelanjutan/lestari, dengan
mempertimbangkan aspek-aspek: kelestarian hutan, air, udara, tanah, dan
sumber-sumber daya lainnya, dengan cara menggunakan bahan-bahan yang hemat
energi dan meminimalisir polusi.
Di Indonesia, green economy baru terdengar beberapa tahun terakhir, atau kurang
lebih baru satu dasawarsa terakhir, seiring dengan meningkatnya kesadaran
masyarakat mengenai dampak lingkungan. Akan tetapi, beberapa negara seperti
yang dilansir dari http://www.thegreeneconomy.com/seven-eco-friendly-countries/ telah mengawali inisiatif gerakan
ekonomi hijau dan telah berhasil menjadi negara yang mempraktekkan kebijakan
ekonomi ramah lingkungan. Berikut adalah rangkuman atau resume dari artikel
yang bertajuk “Seven Eco-Friendly
Countries”:
-
Singapura – mengkombinasikan green governance dan ekspansi ekonomi
Dengan daratan yang hanya seluas 682
km2, sumber daya air yang terbatas dan tidak ada sumber daya mineral yang
dimiliki negara itu sendiri, Singapura terlihat seperti perencana pembangunan
yang menyeramkan. Tetapi, pemerintah Singapura memprioritaskan hukum lingkungan
dan mempertahankan kontrol yang ketat terhadap pembangunan kota, Singapura
bertransformasi dari kota yang padat di Asia Tenggara menjadi hub komersial hanya dalam waktu kurang
dari 50 tahun. Kemitraan dengan organisasi swasta seperti Waste Minimization and Recycling Association of Singapore secara
lebih lanjut mensukseskan sasaran
zero-waste yang dicanangkan oleh Singapura. Segala pembangunan yang terjadi
di Singapura harus merujuk pada perencanaan tata kota (master plan), dengan menghubungkan perencanaan hijau untuk kualitas
udara, manajemen air, dan efisiensi energi. Tingkat daur ulang semakin
meningkat seiring dengan adanya program daur ulang yang disuarakan ke publik.
Singapura bertujuan mencapai 35 persen peningkatan pada efisiensi energi dan
menaikkan tingkat daur ulang hingga 70 persen di tahun 2030. Negara Singapura
bertujuan untuk meningkatkan akses untuk pejalan kaki dan pengendara sepeda di
dalam kota dan meningkatkan transportasi umum hingga 70 persen.
-
Brazil – mendesain kembali infrastruktur
bangunan
Brazil berada dalam proses memperbaharui
infrastrukturnya, dan akan segera menjadi kompetitif secara global “dalam
industri seperti energi, logistik, keamanan, IT,dan banyak lainnya”. Bersamaan
dengan hal itu, ada perhatian yang semakin mendesak untuk memastikan bahwa
sumber daya dapat habis dan oleh karena itu mereka berada dalam tahap untuk
menjaga kelestariannya. Brazil saat ini memiliki industri bio energi yang kuat,
sehingga hampir 80% mobil di Brazil saat ini menggunakan mesin yang dapat diisi
dengan bio energi.
-
Austria – Mengelola Sumber Daya Langka
Warisan budaya Austria dan kinerja
lingkungan Austria sangat dikaitkan dengan pegunungan Alpen yang merupakan
sabuk Eropa. Konteks geografi sebagai sebuah negara kecil, terkurung oleh
daratan, tergantung pada hutan dan gunung untuk sektorpariwisatanya telah
mendesak Austria untuk mengelola tanah mereka secara hati-hati selama beberapa
dekade. Austria saat ini memproduksi lebih dari setengah kelistrikannya (62,89
persen) melalui sumber energi yang dapat diperbaharui seperti angin, air, panas
matahari,dan tanaman biomassa.
-
Costa Rica – Memfokuskan kembali pada
Konservasi Hutan
Costa Rica memulai penemuannya kembali
di tahun 1948 setelah mengalihkan dana militer untuk inisiatif ekonomi dan
lingkungan. Kinerja lingkungan Costa Rica dikendalikan oleh Menteri Lingkungan,
Energi, dan Telekomunikasi serta usaha massal pemerintah di bawah program taman
nasional mereka. Dengan menggunakan kombinasi aktivis lingkungan dan pembuatan
kebijakan, Costa Rica membangun kembali lingkungan hutan yang telah hancur,
yang kini mempekerjakan lebih dari setengah penduduk negara tersebut.
-
Jerman – Berinvestasi pada Energi yang
Dapat Diperbaharui
Setelah menutup pabrik pembuatan nuklir
di tahun 2000, Jerman memfokuskan kembali produksi energinya pada sumber daya
alam yang dapat diperbaharui seperti angin, panas matahari,dan bio energi. Saat
ini,Jerman adalah eksportir energi terbesar di Eropa.
-
Kolombia – pemimpin dalam moda
transportasi massal efisien energi
Ibu kota negara, Bogota mendesain
kembali sistem transit-nya dalam kurun waktu kurang dari lima tahun, dimana
Bogota menjadi contoh kota yang berkembang dengan mengurangi emisi kendaraan
dan kemacetan. Kolombia bertransformasi menjadi kota di dalam kurun waktu tiga
tahun dengan mendesain sistem ”bus rapid
transit” berdasarkan pada kinerja dan karakteristik sistem modern berbasis
rel.
-
Denmark- melakukan hal-hal yang menarik
dengan energi
Rumah bagi Middlegrunden Wind Park,
taman angin lepas pantai pertama yang menjanjikan, Denmark, memiliki rasio tenaga angin tertinggi di
dunia dalam sumber daya energinya. Denmark menjadi negara yang independen
terhadap impor bahan bakar fosil di tahun 1973 setelah terjadi krisis minyak,dan
sekarang menjadi perusahaan BUMN terbesar di Denmark, ENerginet.dk, bergabung
dengan pasar kelistrikan dengan Swedia, Norwegia, dan Finlandia untuk berbagi
dan menyimpan energi yang dapat diperbaharui.
Sedangkan menanggapi kasus apabila saya menjadi
seorang pejabat atau pemerintah daerah setempat yang menghadapi dilema
aktivitas pembangunan yang harus mengorbankan hutan satu-satunya, maka saya
akan memilih untuk menjaga kelestarian hutan. Justru investor dan pengembang
yang telah memanfaatkan lahan yang ada di daerah tersebut dengan mendirikan
berbagai macam gedung, bangunan, hotel, resort, dan lain sebagainya- akan saya
tantang pelaksanaan CSR (Corporate Social
Responsibilty / Tanggung Jawab Sosial Perusahaan) dengan partisipasinya
untuk melestarikan hutan, dan juga melakukan pembangunan yang berkonsep green construction dan green building. Tidak ada kerugian yang
saya khawatirkan apabila investor kecewa karena tidak dikabulkan permintaannya
untuk mengeksploitasi hutan, justru ada kerugian yang sangat mendalam apabila
kelak di kemudian hari tidak ada hutan di daerah saya, dimana hutan merupakan
nafas dan paru-paru kota.