Kasus-kasus
Pidana dalam Tinjauan HAM (Perspektif HAM)
(Studi Kasus Genosida dan Hukum Pidana
di Indonesia)
A.
Pendahuluan
Indonesia yang merupakan Negara hukum,
telah memberikan perlindungan dan jaminan hukum bagi setiap warga negaranya
yang telah diatur dan dibahas dalam Konstitusi 1945 dan peraturan-peraturan
lainnya. Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 telah menjelaskan bahwa “segala warga
Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan wajib menjunjung hukum
dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.” Sedangkan dalam pasal
lainnya juga dijelaskan yaitu dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 bahwa “setiap
orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang
adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.”
Dalam pelaksanaannya, hukum masih
mengambang dan mengalami perdebatan dalam pelaksanaannya. Tuntutan terhadap
penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi manusia telah mendorong lahirnya
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang kemudian
diikuti oleh Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 mengenai Pengadilan Hak Asasi
Manusia yang dimaksudkan untuk menjawab berbagai persoalan pelanggaran hak
asasi manusia khususnya pelanggaran hak asasi manusia berat.
Terdapat delapan belas perkara yang
sudah dihadapkan ke pengadilan hak asasi manusia, yang terdiri dari dua belas
perkara pelanggaran hak asasi manusia berat di Timor-Timur, empat perkara di
Tanjung Priok dan dua Perkara pelanggaran hak asasi manusia berat di Abepura Papua[1].
Pelanggaran hak asasi manusia dalam pandangan para pakar dapat diselesaikan
melalui mekanisme pengadilan, dan komisi kebenaran, untuk menyelesaikan
pelanggaran hak asasi manusia dnegan pengadilan dimaksudkan untuk menjunjung rule of law dan keadilan[2].
Undang Nomor 26 Tahun 2000 mempunyai
mandate untuk menyelesaikan pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia, dengan
kewenangannya untuk mengadili pelanggaran hak asasi manusia berat di Indonesia,
tetapi pada tatanan das sein tidak ada satupun pelanggaran Hak Asasi Manusia
Berat yang dijatuhkan sanksi oleh Pengadilan HAM, yang secara hukum berarti
tidak pernah terjadi Pelanggaran HAM, sedangkan pada tatanan das sollen diatur
apa saja yang merupakan Pelanggaran HAM berat yang dituangkan dalam Undang-Undang
Nomor 26 Tahun 2000, yang meliputi kejahatan terhadap kemanusiaan dan genosida.
Tahapan penyelidikan dalam pelanggaran
hak asasi manusia adalah kewenangan Komnas HAM berdasarkan Undang-Undang Nomor
39 tahun 1999 yang hasilnya selalu merekomendasikan adanya pelanggaran HAM.
Komnas HAM dalam menjalankan perannya melakukan penyelidikan terhadap
kasus-kasus pelanggaran HAM yang dibuktikan dengan rekomendasi-rekomendasi
Komnas HAM dalam kasus-kasus hak asasi manusia.
Ini hanya versi sampel aja yaa...
Untuk dibuatkan lengkapnya/ customized
Silahkan contact WA/SMS o85868o39oo9
(Diana)
Ditunggu ordernya yaa, thanks…
[1] Farijmei A.Gofar, Asinergisitas Pemeriksaan pendahuluan
Perkara Pelanggaran Hak Asasi Manusia
yang Berat, ,Dignitas Jurnal Hak Asasi Manusia , Elsam, Volume IV No I
Tahun 2006. hlm 105
[2] Priyambudi
Sulistiyanto, Keadilan Transisional di Indoneisa Pasca Soeharto: Kasus
Pembantaian Tanjung Priok,, Dignitas Jurnal Hak Asasi Manusia , Elsam, Volume
IV No I Tahun 2006. hlm 20